Keadilan Adalah Menyayangi Diri Sesuai Porsi
Hai, sobatpedia. Sudah lama tidak menyapa. Beberapa waktu lalu saya nonton film drama nih. Yaah ini gara-gara seringnya baca review drama di blog teman-teman. Akhirnya saya coba cari satu yang menarik mumpung dapat voucher nonton gratis nih. Hehe.. Namun hanya beberapa menit saya langsung memutuskan skip filmnya sesaat setelah tokoh antagonisnya berteriak dan mengatakan dunia ini tidak adil.
Bukan apa-apa cuma nggerasa nggak masuk akal aja ada tokoh yang menderitanya kebangetan. Seperti kayak sinetron Indonesia yang kalo dah jahat, jahatnya minta ampun. Begitu pula sebaliknya kalo dah baik tuh malaikat aja kalah baik. Kayak disakitin tapi masih oke-oke aja gitu. Padahal kalau di dunia nyata pasti saya udah huuuuuh! (ngepalin tangan). Udah ah, saya sedang sayang diri sendiri jadi males mengisi otak dengan hal-hal toxic seperti itu.
Salah satu cara saya menyayangi diri sendiri adalah dengan bersikap adil pada diri sendiri. Tidak melakukan hal-hal yang bisa membuat otak jadi kepikiran dan sedih yang berkepanjangan. Pernah nggak sih sebenarnya kita tidak suka melakukan sesuatu tapi ternyata tetap saja tidak bisa berhenti melakukannya? Itu artinya kita sedang bersikap tidak adil dengan diri kita sendiri. Saya nonton film nih untuk hiburan aja, biar PPKM yang nggak berkesudahan ini bisa dilewati dengan tanpa bosan.
Udah lupakan dramanya yang gak penting itu. Tapi benarkah dunia ini tidak adil? Kok bisa-bisanya si tokoh antagonis mengatakan dunia ini tidak adil? Padahal dia yang menindas ? Saya jadi teringat Arya Sengkuni, paman para Kurawa dalam cerita Mahabharata. Jika kita lihat latar belakang Sangkuni yang bertransformasi dari seorang pangeran tampan yang berubah menjadi seorang licik, bengis dan mampu menjadi penghancur dari sebuah wangsa mungkin kita akan mendapat pandangan yang berbeda dari sebuah makna keadilan.
Bagi orang-orang yang pernah membaca atau menonton kisah wayang Mahabharata pasti sudah tak asing lagi dengan Sengkuni. Mungkin kita jadi gemes trus mikir kok ya bisa-bisanya ada manusia seperti itu. Meski hanya dalam cerita nyatanya masih banyak kita jumpai orang-orang yang rela melakukan segala cara untuk menindas orang lain demi kepentingannya sendiri.
Mungkin
sudah banyak yang paham alur cerita Mahabharata, namun bisa jadi masih banyak
orang yang tak tahu mengapa sangkuni bisa sejahat itu. Oke, sedikit saya
ceritakan. Jadi sebelumnya Sangkuni ini seorang pangeran tampan dari kerajaan
Gandara. Ia mempunyai adik bernama Gandari. Sengkuni dan Gandari melalui masa
kecil dan dewasa bersama-sama. Seperti layaknya saudara mereka sangat dekat dan
saling berbagi apapun bersama.
Suatu hari Gandari
dipaksa menikah dengan Destarata, anak tertua kerajaan Hastinapura yang buta.
Gandari protes dan menolak keras. Namun titah raja adalah perintah. Sengkuni
hendak membela namun gagal sehingga adiknya tetap dinikahkan secara paksa.
Sebagai bentuk protesnya, Gandari menutup mata dengan selembar kain selamanya
agar menjadi seperti orang buta.
Sementara
itu, keluarga Gandari yang lain sejumlah101 orang harus dikurung dalam penjara.
Salah satu dari 101 itu adalah Sengkuni. Demi menyelamatkan kehormatan kerajaan
Hastinapura maka meski tidak bersalah keluarga kerajaan ini harus rela mendekam
di penjara.
Di dalam penjara,
penderitaan mereka tak berhenti. Sangkuni dan keluarganya hanya diberi sebutir
nasi setiap hari. Mereka berpikir ini hanyalah akal-akalan saja agar penguasa
bisa menghabisi mereka secara berlahan. Lalu mereka berunding dan memutuskan
salah satu mereka harus bertahan hidup bagaimanapun caranya. Sangkuni, sebagai
anak tertua diputuskan harus selamat. Maka Sangkuni terpaksa memakan jatah nasi 101butir jatah dari saudara
dan keluarganya yang dikumpulkan setiap hari.
Satu persatu
saudara dan keluarga Sangkuni mati kelaparan. Daging saudaranya yang mati
dimakan agar Sangkuni tetap bertahan hidup. Kanibalisme terjadi agar Sangkuni bisa
membalas dendam. Tak bisa dibayangkan bagaimana kondisi psikologis Sangkuni
saat harus memakan daging saudara dan keluarganya. Wajahnya yang tampan berubah
menjadi buruk dan matanya cacat. Mungkin inilah yang membuatnya menjadi manusia
paling culas dalam kisah ini.
Singkat cerita
Sangkuni bebas dan membalaskan dendam sesuai alur seperti yang kita kenal dalam
kisah mainstream selama ini. Rasa dendam timbul karena kebiadaban penguasa
Hastinapura yang melampaui batas. Namun pernah gak sih kita berpikir bagaimana
jika seandainya Sangkuni pada akhirnya memilih alur cerita yang lain? Bagaimana
jika akhirnya ia memilih memaafkan semuanya? Mungkin Mahabaratha tidak akan
sama lagi akhir ceritanya.
Dari cerita
di atas sebenarnya siapa sih yang sudah bersikap tidak adil? Sangkuni yang
sudah mengadu domba dan mengakibatkan perang genosida? Atau ia hanya korban? Jika
kita melihat latar belakang sangkuni melakukan segala tindakan jahatnya mungkin
kita akan memberikan pemakluman atas tindakannya. Benarkah?
Satu kisah
yang berbeda namun dengan pesan yang sama (meskipun hasil akhirnya berbeda).
Nabi Muhammad sangat marah mendengar Sayyidina Hamzah, pamannya dipotong hidung
dan telinganya, dadanya dibelah dan jantungnya dikeluarkan untuk kemudian di
kunyah majikan Wahsyi. Pantas jika Sang Nabi paling baik hati itu marah dan
menolak pertaubatan Wahsyi. Dosa yang tak termaafkan itu akan menimbulkan
potensi dendam yang tak berkesudahan.
Kisah ini
sangat mengguncang sisi psikologis kaum muslim yang terlibat dalam perang uhud.
Wajah Sang Nabi paling lembut pun bisa merah padam hingga akhirnya turunlah
Azzumar 53. Yang mengatakan Allah memilih mengampuni dosa-dosa selama seorang
hamba mau bertobat. Tak peduli sebesar apapun dosanya. Wajah Sang Nabi berubah,
suaranya melembut dan mengatakan dosa Wahsyi sudah dimaafkan. Kebesaran hati
telah membuat Wahsyi bertaubat dan menjadi sebenar-benar pengikut ajaran Sang
Nabi.
Kehidupan
kita mungkin tidak sedramatis film-film atau kisah heroik seperti di atas.
Namun seringkali kita mendapatkan perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan
dari orang lain. Lalu dengan entengnya kita mengatakan dunia tidak adil. Eh,
benarkah demikian? Jangan-jangan kita sendiri pun sedang tak adil pada diri
kita sendiri?
Memaafkan
sesungguhnya efeknya tidak hanya dirasakan orang lain, tapi juga diri sendiri. Self
talk positif adalah bentuk self healing yang membuat realitas hidup kita
menjadi lebih baik. Tak ada manusia sempurna. Tapi dengan bersikap adil pada
diri sendiri setidaknya kita menjadi manusia yang melampaui batasan.
Begadang, makan makanan junk food berlebihan, tidak merawat diri termasuk malas mandi (hihi) itu juga menjadi indikasi kita sedang berbuat tidak adil pada diri kita. Keadilan adalah saat kita mampu menempatkan diri dengan baik yang dampaknya bisa dirasakan bukan hanya diri sendiri tapi juga orang-orang tercinta di sekitar kita? Lha kalo kamu males mandi lalu baunya nyebar kemana-mana artinya kamu tidak adil pada diri sendiri dan orang di sekitarmu. Eh, sebenarnya makna keadilan itu menurut pendapatmu apa sih?
Baru tahu kalo kisah Sengkuni yang terkenal di Mahabarata seperti itu. Bisa dibilang ia juga korban ya.
BalasHapusJadi ingat dengan film Joker, ia sebenarnya juga awalnya orang baik yang akhirnya menjadi jahat karena keadaan.
nggak adil sama diri sendiri, pastinya pernah aku lakuin, cuman kadang merasa nggak sadar aja apakah itu bentuk ketidakadilan sama diri sendiri atau bukan, ehhh ternyata emang bentuk ketidakadilan
BalasHapuskalau gini, kudu lebih berpikir positif sama diri sendiri dan self love aja
Kadang beberapa waktu kita ini suka tidak menyadari dengan apa yang kita lakukan. Contohnya begadang, aduh rasanya pengen nyubit diri sendiri deh. Gak sadar diri kalau tubuh atau raga ini perlu istirahat T_T
BalasHapusNoted banget ini, mba makasih saya berasa jadi diingatkan. Sepertinya saya belum adil pada diri sendiri karena masih melakukan hal-hal yang bisa membuat otak jadi kepikiran terus dan sedih berkepanjangan
BalasHapus